Diri yang kudekap
Perlahan ia teguk kopinya, kali ini ia memilih kopi arabika padang. "Selamat malam perempuan... Kau tampak sendiri?" sapaku padanya yang acuh. Ah, sepertinya ia tak mau ku ganggu. Baiklah aku putuskan untuk tak duduk semeja dengannya, aku akan menjadi orang ketiga serba tahu malam ini. Rambutnya sudah tak tertata lagi, wajahnya datar sembari menatap bayangannya dalam segelas kopi. Kemudian dia tersenyum, pasti perempuan sedang berimaji jika kopinya berpusar membentuk wajah konyol. Cukup seperti itu dia bisa menghadirkan teman, itu membuatku iri terkadang. Semakin dalam ia menghisap sebatang rokok seraya diciumnya dalam-dalam aroma kopi. Wajahnya mulai tenang, mulai merelakan segala yang sedang tak bisa didapatkannya. Aku lega melihatnya. Sore tadi aku melihatnya sedang duduk diantara orang-orang baru dan pastinya juga di lingkungan baru. Dia memutuskan untuk memperbaharuhi hidupnya, mudah sekali bagi perempuan itu beradaptasi. Nama baru ia ...