Diri yang Terdakwa

                            Diri yang Terdakwa

Aku menyukai seks, sungguh itu hal yang sangat nikmat. Kalian merasa aneh dengan pengakuan seorang perempuan dengan hal ini?oh kasian sekali kalian. Seks adalah suatu puncak meledaknya rasa perempuan dan laki-laki, aku pun begitu dengan mantan kekasihku. Kerinduan kita hancurkan dengan seks. Pelukan yang hangat selalu mengawali penghancuran rindu itu, lalu bibirnya mulai melumat bibirku, mengecup kening,kedua mataku, leherku dan menghempaskanku ke atas ranjang.
“Ah, sial!aku keinget orang itu” Aku beranjak lalu mengunci kamarku,lalu kembali ke atas kasur dan segera mencari video-video seks di Youtube. Aku benar-benar sedang menginginkan nikmat itu, dan akhirnya aku menemukan video yang pas untuk memuaskan hasrat ini. Sudah lama aku beronani seperti ini saat aku tak ada kekasih. Ini membuatku semakin liar dalam berimajinasi sebelum tidur.
“Nit! Nita!!” Sial, ini belum sampai klimaks. Benar-benar menyebalkan.
“Iya, kenapa?” Aku membukakan pintu.
“Ayo kuliah” Si Dila memang sudah seperti emakku, selalu saja memaksaku kuliah. “Kenapaa? Males kuliah lagi?Udah gak ada alesan buat nitip absen, kerjaanmu udah beres kan?Ayo cuci muka, cepet Nit!” Dila mendorongku ke kamar mandi, dan aku harus mau.
“Nah gitu dong, nih sisir dulu rambutmu”
“Nggak usah, rambut pendek gini”
“Itu tuh, yang buat kamu jomblo terus. Dandan rapi dikit kek”
“Jomblo? Aku udah nggak jomblo kalik!” Jawabku bangga, ya kita sudah 3 Bulan tidak bertemu. Aku memutuskan untuk kerja full di sebuah café yang cukup besar di luar kota, tentu meninggalkan rutinitas kampus. Bukan karena Ayahku sedang krisis keuangan, tapi krisis keharmonisan antara Ayah dan Kakakku yang membuatku kacau. Aku memang kuliah jauh dari rumahku berada, dan aku tidak mempunyai keiinginan untuk pulang di saat seperti itu karena aku hanya akan mejadi saksi bisu diantara perdebatan idealisme orang-orang dewasa. Dila menyetujui keputusanku untuk pergi saat itu, dan selama itu juga dia sibuk mengerjakan tugas-tugas kuliahku. Dia memang sahabat yang baik.
“Apa? Beneran? Alah nggak usah ngaku-ngaku deh” Dila menempeleng kepalaku.
“Hampir 3 bulan kita udah jalan,dengan PDKT yang singkat” Aku nyengir, bersiap menunggu respon cewek terempong ini selanjutnya.
“Wah, Kurang ajar ni bocah! Pamitnya kerja malah pacaran”
“Aku kerja ya, dapet pacar itu bonus. Ini juga jadian nggak direncanain kok” Aku mulai menceritakan kronologi aku dan Putra jadian.
“Gila!!kok kamu mau sih jadian?”
“Males ah kalau kelamaan PDKT, ntar di PHP in lagi. Udah yok berangkat!”
Sore ini Putra memberi kabar mau ke kosku, kita benar-benar sedang merindu dan harus dituntaskan. Mungkin dia beberapa hari akan menginap dan aku sudah mulai membayangkan permainan seks dengannya, belum pernah memang. Dia lelaki yang masih polos, tidak seperti penampilannya yang urakan.
“Nah, itu orangnya” Akhirnya ketemu juga mahkluk gembel ini.
“Lama. .” Putra langsung ambil posisi untuk menyetir.
“Maaf, macet”
Sesampai di kosan aku langsung memeluknya, sungguh aku benar-benar merindukan lelaki ini.
“Kamu kurusan Nit, buset ini badan apa tulang belulang?Kamu nggak makan berapa hari?”
“Apa sih? Lebay tahu gak?!”
“Ciyee yang lagi kangen..” Putra mulai mengejekku dengan senyuman nakalnya.
“Hih kamu juga kan?” Entah siapa yang memulai, bibir kita saling melumat. Tangan kita saling meraba semakin agresif, dan aku menjatuhkan diri di kasur. Semua pakaian kita tanggalkan, dia benar payah untuk permainan awal ini. Aku putuskan untuk menindihnya, memulai mengajarinya bercinta. Setelah beberapa menit dia meindihku dan mulai menerapkan caraku tadi, hingga saat aku mulai benar-benar ingin mencapai klimaks, dia menyudahinya.
“Kamu pengen aku masukin ya?”Tanyanya dengan nada mengejek. Hal ini membuat aku kecewa dan marah tentunya.
“Anjing!” Aku beranjak mengambil handuk.
“Kamu marah beneran?”
“Aku mau mandi” Jawabku ketus. Aku benar-benar tidak suka lelucon ini.
Seusai mandi, dia terus merayu dan meminta maaf denganku. Aku membisu, sembari menghisap sebatang rokok. Tangan kiriku semakin terlihat gemetar, menahan amarah yang hamper meledak.
“Kamu kecewa ya?maaf Nit. .Kamu kan juga masih menstruasi” Aku benar-benar tidak peduli dengan itu, seharusnya dia tidak tidak memancing birahiku. Anjing!Kalu kalian Tanya “Apa kamu tidak berfikir 2 kali untuk melakukan hubungan intim dengan Putra?” Aku jawab, tidak dan sudah tidak ada yang harus dipertahankan kan?Keperawanan?Harga diri?Alah sampah!Aku sudah terlanjur mati harga diri kawan.
“Nit, ngomong dong.. jangan diem gitu” Putra mencoba merampas rokok di tangan kiriku dan aku menolaknya dengan  kasar. “Kalau marah, marah aja..jangan diem gini”
“Kamu nggak salah kok, aku yang nggak bisa kontrol” Jawabku dengan terus menghisap rokok dan kemudian aku matikan seraya hendak menyulut kembali sebatang rokok lagi.
“Apa-apaan sih!” Putra berhasil merampas rokokku, dia memegang wajahku dan memaksaku melihat matanya.
“Kalau kamu nggak bisa ngontrol, maka dari itu aku yang ngontrol! Kamu bisa berubah kok”. Dia sudah tahu status keperempuanku, cerita payahku di masa lau. Dia benar, aku yang tidak bisa mengontrol. Aku memang payah, aku benar-benar malu dengan lelaki ini. Perempuan macam apa aku ini?Bangsat!!Aku mulai menghujat diriku sendiri. Tangan kananku mulai mencengkram dengan kuat di tangan kiriku. Tidak sakit, ini pantas untuk perempuan sepertiku.
“Nit.. Sayang..” Putra tampaknya mulai menyadari tatapanku kosong dan sekejap aku meledak. Aku menangis histeris, memukul tubuhku. Perempuan yang payah! Perempuan yang bangsat!Perempuan anjing!.
“Sayang!hei! udah! Sadar!” Putra mencoba mengendalikanku, memegang kedua tanganku dengan kuat. Ternyata dia lebih kuat, aku mencengkeram kedua telapak tangannya. Tampaknya dia sengaja dengan posisi tangannya, agar aku melampiaskan padanya dan sampai aku tenang. Kemudian dia memelukku. Maaf lelaki, perempuanmu sedang sakit.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara ke Kampung Inggris dari Semarang

Gunungpati Semarang punya Wadas Prongkol

Bapak yang Abu-abu