Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2015

Anak-anak ibu dan bapak

Orang-orang yang terus menyudutkannya. Asap dan bola dijadikan papan penyudutan baru setelah anjloknya rupiah. Rupiah telah morekat(tidak begitu digemparkan). Timbul meme-meme asap yang diduakan dengan penanganan keamanan untuk keberlangsungan pertandingan bola piala Presiden. Saya yakin tidak semua meme yang membuat adalah korban. Terkadang saya berfikir " Apakah karena adanya bencana kabut asap, Ibu kita tidak boleh memperhatikan anaknya yang lain? Iya, saya tahu keadaan kabut asap mulai darurat lagi, udara sangat tidak sehat.Korban mulai berjatuhan, seiring itu pemadaman terus dilakukan oleh relawan kita dan bahkan relawan dari tetangga. Ini kemarau panjang ya Bu? Bahkan gunung-gunung yang tidak dibakar pun terbakar, apalagi lahan yang sengaja dibakar oleh orang-orang yang belum bertanggungjawab. Tidak mungkin para pemadam bermalas-malasan, buktinya sempat beberapa titik padam, hanya saja kondisi angin tidak bisa dikontrol dan hujan beberapa waktu kemarin belum bisa memadamkan ...

Me-nuntut

Ini masalah keterbiasaan, jangan melulu menginginkannya. Bahkan sebelum kau mengenalnya kau terbiasa seperti "ini". Lepaskan, maka kau akan ringan. Mungkin kau berfikir keterbiasaan itu akan membuatmu hilang rasa. Mengalir bukan membatu. Ya, tidak apa airmu yang mengalir kali ini. Tak akan lama, bebaskan. Biarkan ia menguap kemudian mengudara bersama kesepianmu. Ya, perempuan itu memeluk tubuhnya sendiri. Dia menyatukan segala yang sedang bertentangan. "Tolong, jangan menuntut" katanya dengan tangan yang menggigil. Dia sakit.

-nya

Gambar
       Aku memutuskan berkunjung ke rumahnya, keputusan gila memang. Ah, sudah melaju, tidak mungkin aku putar balik. Sudahlah, ini pertama dan terakhir. Setelah ini hutangku dengannya lunas. Motor terus kukemudikan, sepertinya otakku juga harus kukemudikan. Otak ini terus mengatur alur cerita saat aku dan seseorang itu bertemu nanti. Ah, ini imajinasi yang terlalu liar ataukah keinginan yang tak kuakui?. "Aku sudah sampai" Tak lama pesan itu kukirimkan, seseorang itu datang. Aku merindukannya ternyata. Kamar yang cukup rapi. Dia tersenyum. Suara tv sedikit menutupi kegugupanku. Percakapan yang hangat pun tak lama kemudian terbangun, kita sudah lama seperti ini. Hampir dua tahun, ya seperti ini. Seperti tertawa lepas bersama, mengaku rindu, mengaku menyayangi. Ya, seperti ini, bersandar, berpelukan, dan ber-.  Entahlah, aku tidak pernah bisa mengendalikan "nyaman" dengannya. Tetiba ia mengecup pipiku, aku yang berada dipangkuannya, aku yang berada d...

Lelap

Puan tak mengizinkan matanya untuk terlelap malam ini, untuk malam ini. Tidak, tidak hanya malam ini, malam-malam kemarin juga ternyata. Dia baru teringat, jika seminggu terakhir ini dia menelan bulat2 sang malam dalam keterjagaannya. Sedini ini, dia melahap irama-irama lagu rock hingga sendu. Sebatang dua batang rokok ia hisap sejadi-jadinya, alkohol ia telan sejadi-jadinya. Puan sedang terbang, semakin tinggi dan malam mengiklaskan kedua matanya untuk terlelap. Selamat berbebas puan, kau begitu lepas. Lepas yang sejadi-jadinya.

Tumpah dalam laju

Motor itu melaju dengan lambat, sepintas perempuan dibalik kemudi terlihat biasa saja. Saya melihatnya dari balik spion, pundaknya yang bergetar seperti orang yang sedang sesenggukan. Wajahnya tertutup kaca helm dan masker, dia menangis. Kesepian2nya, kerinduan2nya menghimpit dalam lampu2 remang setiap lajunya. Pilihannya untuk tumpah dalam laju mungkin agar tak ada yang tahu kalau ia sedang payah. Kemudian perempuan itu membelokkan motornya ke sebuah kedai kopi, dipesannya moca latte. Tak lama pelayan menghampirinya di bangku yang terletak di tepian pagar teras lantai dua, air matanya telah terhenti bebarengan ia memarkirkan motor. Kopi dengan satu sendok kecil berlahan ia minum, "besok tidak sepayah ini" katanya.