Kepergian Rosa

 

Rosa kembali memenuhi tubuh, dia masih terus mencari lelaki. Kukira telah usai. Malam akan terasa panjang jika tidak ada lelaki di ranjangnya. Setiap sore aku berdebat dengannya, lelap sendirian atau dengan dekapan lelaki. Aku menangis jika terbaring sendirian. Kapsul yang kutelan tidak ampuh lagi. Sebagai gantinya satu dua lelaki telah mengangkangi setiap hari. Beberapa tinggal sampai pagi dan beberapa pergi setelah klimaks. Aku tidak lagi mengerti romantisme bercinta seperti apa, hanya disetubuhi dan sudah. Semua semakin parah hingga vagina mulai menolak, Rosa mau membantuku istirahat bersenggama. Dia masih takut dengan penyakit kutukan. Aku semakin haus kasih sayang, Ros puas melihatku seperti ini.

“Kau mau apalagi Ros?”

“Tanyakan pada setiap goresan silet di tanganmu”

“Apakah benar-benar kau ingin aku memutus urat nadi?”

“Berikanlah tubuhmu seutuhnya padaku, maka kau tidak akan lagi kesepian"

“Jiwaku seutuhnya kau dapatkan”

“Sampai kapan kau mogok makan?”

“Aku sudah kenyang dengan sperma-sperma di dadaku. Mengulum penis lebih-lebih mengenyangkan”

“Jika tubuhmu kau serahkan, kau akan tetap bertahan hidup dengan benteng yang kokoh”

Rosa ingin mematikan hatiku, hidup tanpa hati adalah tawaran mewah darinya. Memang benar hatiku mulai berlahan membeku namun aku ingin hati ini tetap berdetak. Menghidupkan hatiku untuk sisa-sisa manusia yang masih mengakar di dalamnya. Orang-orang yang kujauhi ketika sedang kacau.

“Bapak, bagaimana jika anakmu ini tidak menerima lelaki selainmu?”

“Ibu,bagaimana jika anakmu membiarkan tubuhnya dikoyak sembarang lelaki?”

Aku mengulurkan tanganku, Rosa menyambutnya. Dua butir kapsul kutelan, berharap tidak bangun lagi. Sialnya aku hanya lelap sampai pukul 01.00 malam esoknya. Tetap bertemu malam yang menakutkan. Sesak. Sendirian. Rosa tiba-tiba menghilang. Air mataku tumpah, terisak di bawah bantal. Meriingkuk di pojok ranjang. Aku sangat lapar.Jiwaku menuntut menangis sedang perut menuntut makan.

“PERSETAN” aku menulis kata itu dengan jelas di tembok, lalu meninjunya. Ros menggedor-gedor pintu, aku tidak pernah mengunci pintu agar sesorang bisa menolongku. Dia memelukku erat, aku menangis hebat. Menggigil dan menggertakkan gigi. Menangis tanpa suara.

“Sudah kubilang, jika kau menginap, tetaplah di sampingku sampai aku bangun” Keluhku pada Rosa, ia diam.

“Kalau begini, apa bedanya aku dengan pelacur?” Rosa masih diam. Lelaki-lelaki itu tidak mau mendekapku dari belakang, bahkan menciummiku pun tidak. Hanya lubang yang mereka cari. Iya benar, seharusnya aku tidak membiarkan mereka sedikitpun berada di hatiku. Bukankah aku menyudahi hubungan dengannya karena telah terlampau jauh memberikan ruang hati. Mengapa masih terkecoh?

“Makanlah” Rosa menyodorkan nasi dengan telur ceplok yang bulat sempurna. Dia tahu aku akan kelaparan setelah mimpi buruk. Hampir setiap hari aku memimpikan diriku digulung banjir. Rosa menyuapiku, ia tidak tahan melihat tangan kiriku gemetar memegang sendok. Sesuap dua suap aku mampu menghabiskan sepiring nasi. Namun beberapa jam kemudian aku memuntahkannya. Aku tidak yakin, aku sedang sakit. Sepertinya ini hanya cara untuk dipuja. Menjadi lemah kemudian berharap perlindungan dari orang lain. Sudah kukatakan peluklah aku dari belakang, jangan buat aku merengek. Aku sudah cukup kekanakan menghadapi diriku.

Rosa membaringkan dan meyelimutiku. Diperasnya handuk basah, dia meyakinkanku jika aku memang sedang sakit.

“Besok kita berenang” Rosa terkadang tahu bagaimana menghadapi tubuhku.

“Haruskah aku mengajak salah satu lelakiku?” Aku sedang mencari-cari lelaki mana yang kuajak.

“Tidak perlu, kau tidak ada kekuatan lagi untuk mengemis ditemani. Bawalah tubuhmu sendiri, orang lain hanya membuatmu lemah.”

Perihal lelaki aku seringkali goyah. Namun jika kuhanya memeluk Rosa,rasanya payah. Rosa memiliki banyak duri di dada. Dia tidak akan membiarkan dirinya terluka. Rosa selalu mengambil alih kemudi saat bercinta. Bergoyang sembari menatap dendam kepada lelakinya.

“Rosa, ada lelaki yang sedang kuinginkan”

“Bodoh. Kapan kau akan lebih bijak?”

“Apakah aku sedang kalah saat hati sedang ingin memiliki sesuatu?’

“Kau sudah tahu bahwa tidak akan mendapatkannya, itu hanya getaran yang muncul karena kau merasa ada kesempatan memilkinya. Setelah itu kau benar-benar kalah. Apakah kau berisap menjadi pengemis kasih sayang?”

“Tidak, itu melelahkan”

Baiklah aku tangguhkan rasa itu. Ros, bagaimana jika kita sudahi urusan selangkangan? Jujur itu tidak membantu, setiap usai klimak aku merasa dibuang. Mereka memunggungiku Ros. Bisakah kau cari cara lain untuk setiap kesepianku? Apakah benar-benar tidak ada yang ingin memiliku?

“Kau selalu membahas tentang dimiliki. Memuakkan. Aku yang benar-benar ingin memilikimu, namun kau menolak”

“Kau hanya mengajakku berdebat di kepala”

“Harusnya kau menerima saja”

“Aku cukup hancur dibuatmu” Pelarian yang dibuat Rosa terlalu melelahkan. Melayani lelaki untuk merasakan diinginkan. Memiliku sendiri  saja masih payah. Aku berteriak sejadi-jadinya,menghempaskan Rosa ke pintu. Kupukul dadanya agar duri-duri itu masuk ke tubuh Rosa. Tanganku berdarah-darah, perihnya membuat nikmat. Kupukul lagi dan lagi sampai dia diam, sampai dia menangis. Setelah itu aku tersungkur melihat Rosa terluka. Dia pergi, kini benar-benar tidak ada yang menginginkanku. Mampus. Orang berisik yang kesepian.

 

 

 

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara ke Kampung Inggris dari Semarang

Gunungpati Semarang punya Wadas Prongkol

Bapak yang Abu-abu