BELAKANG PUNGGUNGMU
BELAKANG
PUNGGUNGMU
Aku melihat bagaimana
pundaknya naik turun, kepalanya menunduk. Jika pun aku berpindah duduk di
depannya belum tentu aku bisa memastikan air matanya jatuh karena ia memakai
kacamata dan topi. Aku tetap duduk di bangku belakangnya, sekarang ia
menyalakan rokok. Ia menghisapnya dalam lalu menghembuskannya berlahan. Setelah
itu menyeruput es kopi yang mulai mencair di sisi kanan tangannnya. Hujan
semakin deras, kendaraan lewat dengan lambat, sesekali ia menghadap jalanan.
Entah itu sedang melihat atau melamun. Dia duduk tegak mematung, sekitar 30
menit ia seperti itu. Sepertinya dia merasa ada yang menatapnya dari belakang,
dia menengok sedikit lalu aku memainkan handphone. Ini tidak akan seperti di
film, dimana aku akan menghampirinya dan berupaya menghibur. Apapun yang sedang
memberatkan pundaknya, aku harap dia tetap bisa tegar.
Perempuan
itu memakai kaos hitam, setelah kulihat-lihat ada beberapa bulu kucing di
kaosnya. Syukurlah jika ia mempunyai kucing di rumahnya, setidaknya perempuan
itu bisa menutupi lubang di dada dengan memeluk kucing. Aku meminum tetes
terakhir kopi hitamku.
“Kak pesan teh hangat satu” Kataku kepada pegawai cafe yang duduk tepat di belakangku. Tujuanku di sini tak lain hanya bosan di rumah, sengaja aku tidak membawa laptop yang di dalamnya banyak pekerjaan yang menunggu diselesaikan. Nah benar kan dugaanku kalau perempuan itu menyukai kucing, dia sekarang sedang memeluk kucing kepunyaan pemilik cafe ini. Dia memeluk dan menimang kucing itu, ia tersenyum, aku meyakini itu. Rokok yang sudah terbakar milik perempuan itu dibiarkan di asbak. Rokok kretek yang jarang disukai perempuan. . Rambut perempuan itu diikat, lehernya jenjang. Seandainya dia memiliki tato di lehernya pasti semakin keren. Ah pikiranku semakin kemana-mana. Kucing yang ia peluk meronta-ronta, hanya memberi pelukan sebentar. Kucing itu berjalan ke arahku dan perempuan itu menoleh, wajahnya kini bisa kulihat jelas. Dia perokok berat, terlihat dari bibirnya yang kehitaman.Aku suka bibir perempuan tanpa lipstik. Kami tidak saling senyum walau mata kami sempat saling bertemu. Dia menggaruk lehernya sembari melengos, ah dia salah tingkah.
Setelah
beberapa menit aku tidak mengamatinya, tetiba seseorang berdiri di hadapanku.
“Boleh pinjam korek?” Perempuan itu menghampiriku,
nafasku tertahan sesaat sembari menyodorkan korek.
“Mau coba rokokku?” entah mengapa aku mengatakan hal
bodoh. Rokokku rokok filter yang ringan sekali, mana mungkin dia mau.
“Nggak papa?”
“Tentu” buru-buru aku menyodorkan sebungkus rokok padanya. Disulutnya rokok
itu, fasih sekali. Aku menunggu ekspresinya setelah hisapan pertama.
“Gimana?”
“Enak, makasih ya” Katanya sambil mengembalikan
korekku.
“Bawa aja, aku masih ada korek lagi kok”
“Nggak papa?”Aku mengangguk mantap. Lalu dia kembali
duduk di kursinya membelakangiku.
Perempuan itu menangis hanya sebentar, kulihat
kantung matanya tidak bengkak, aku bisa melihat dari balik kacamata
photocromiknya. Sepertinya dia tebiasa menangis sesaat saja, kasihan sekali,
pasti dadanya masih sesak. Tidak lama kemudian seorang lelaki menghampirinya
dengan langkah santai, perempuan itu langsung menegakkan punggung dan menyambutnya dengan senyum. Oh dia yang
membuatnya menangis diam-diam.
Komentar