Ke-perempuan
Akhirnya dia kembali jatuh. Ia memang bodoh. Ketakutannya terkabul, sekali lagi ia jatuh. Pernah, sudah pernah. Tahu dirinya kembali membuat penghakiman. Tak usah kasihan, dia akan memakimu jika kau memasang wajah seperti itu. Aku mencoba berada diposisinya. Jiwanya dan hatinya telah tanggal.
"Hai perempuan.." sapaku. Tak ada jawaban, hanya asap rokok yang berlalu di wajahku. Duduknya bersila, badannya membungkuk, kepalanya menunduk.
"Perempuan?" geretunya seraya tersenyum simpul.
"Keperempuanku telah lama tiada, jangan memanggilku seperti itu" diteguknya segelas bir Bali Hai.
"Pernah ada kembali, pernah kupercayakan lagi dan pernah dijatuhkan lagi, haha!!" dia mulai menertawakan dirinya. Tidak, kurasa dia tidak berlebihan. Ia sangat mensakralkan kata perpisahan untuk gurauan. Itu menjatuhkannya (lelaki).
"Pulanglah ke rumah.." bujukku.
"Rumah? Rumahku diriku sendiri, aku tidak akan mempercayai rumah untuk memiliki diriku. Tidak lagi. Kau meragukan kakiku ini? Hanya berdiri sendiri, itu mudah"
Aku memaksanya jatuh didekapanku. Biar dia diam saja, semakin dia mengutarakan semakin ia terhakimi.
"Biarkan aku menghabiskan satu botol ini"
Silahkan, meninggilah agar kau bisa melihat betapa indahnya bumi dari ketinggian.
Komentar