Postingan

Menampilkan postingan dari 2015

Diri yang kudekap

    Perlahan ia teguk kopinya, kali ini ia memilih kopi arabika padang. "Selamat malam perempuan... Kau tampak   sendiri?" sapaku padanya yang acuh. Ah, sepertinya ia tak mau ku ganggu. Baiklah aku putuskan untuk tak duduk semeja dengannya, aku akan menjadi orang ketiga serba tahu malam ini. Rambutnya sudah tak tertata lagi, wajahnya datar sembari menatap bayangannya dalam segelas kopi. Kemudian dia tersenyum, pasti perempuan sedang berimaji jika kopinya berpusar membentuk wajah konyol. Cukup seperti itu dia bisa menghadirkan teman, itu membuatku iri terkadang. Semakin dalam ia menghisap sebatang rokok seraya diciumnya dalam-dalam aroma kopi. Wajahnya mulai tenang, mulai merelakan segala yang sedang tak bisa didapatkannya. Aku lega melihatnya.    Sore tadi aku melihatnya sedang duduk diantara orang-orang baru dan pastinya juga di lingkungan baru. Dia memutuskan untuk memperbaharuhi hidupnya, mudah sekali bagi perempuan itu beradaptasi. Nama baru ia ...

Anak-anak ibu dan bapak

Orang-orang yang terus menyudutkannya. Asap dan bola dijadikan papan penyudutan baru setelah anjloknya rupiah. Rupiah telah morekat(tidak begitu digemparkan). Timbul meme-meme asap yang diduakan dengan penanganan keamanan untuk keberlangsungan pertandingan bola piala Presiden. Saya yakin tidak semua meme yang membuat adalah korban. Terkadang saya berfikir " Apakah karena adanya bencana kabut asap, Ibu kita tidak boleh memperhatikan anaknya yang lain? Iya, saya tahu keadaan kabut asap mulai darurat lagi, udara sangat tidak sehat.Korban mulai berjatuhan, seiring itu pemadaman terus dilakukan oleh relawan kita dan bahkan relawan dari tetangga. Ini kemarau panjang ya Bu? Bahkan gunung-gunung yang tidak dibakar pun terbakar, apalagi lahan yang sengaja dibakar oleh orang-orang yang belum bertanggungjawab. Tidak mungkin para pemadam bermalas-malasan, buktinya sempat beberapa titik padam, hanya saja kondisi angin tidak bisa dikontrol dan hujan beberapa waktu kemarin belum bisa memadamkan ...

Me-nuntut

Ini masalah keterbiasaan, jangan melulu menginginkannya. Bahkan sebelum kau mengenalnya kau terbiasa seperti "ini". Lepaskan, maka kau akan ringan. Mungkin kau berfikir keterbiasaan itu akan membuatmu hilang rasa. Mengalir bukan membatu. Ya, tidak apa airmu yang mengalir kali ini. Tak akan lama, bebaskan. Biarkan ia menguap kemudian mengudara bersama kesepianmu. Ya, perempuan itu memeluk tubuhnya sendiri. Dia menyatukan segala yang sedang bertentangan. "Tolong, jangan menuntut" katanya dengan tangan yang menggigil. Dia sakit.

-nya

Gambar
       Aku memutuskan berkunjung ke rumahnya, keputusan gila memang. Ah, sudah melaju, tidak mungkin aku putar balik. Sudahlah, ini pertama dan terakhir. Setelah ini hutangku dengannya lunas. Motor terus kukemudikan, sepertinya otakku juga harus kukemudikan. Otak ini terus mengatur alur cerita saat aku dan seseorang itu bertemu nanti. Ah, ini imajinasi yang terlalu liar ataukah keinginan yang tak kuakui?. "Aku sudah sampai" Tak lama pesan itu kukirimkan, seseorang itu datang. Aku merindukannya ternyata. Kamar yang cukup rapi. Dia tersenyum. Suara tv sedikit menutupi kegugupanku. Percakapan yang hangat pun tak lama kemudian terbangun, kita sudah lama seperti ini. Hampir dua tahun, ya seperti ini. Seperti tertawa lepas bersama, mengaku rindu, mengaku menyayangi. Ya, seperti ini, bersandar, berpelukan, dan ber-.  Entahlah, aku tidak pernah bisa mengendalikan "nyaman" dengannya. Tetiba ia mengecup pipiku, aku yang berada dipangkuannya, aku yang berada d...

Lelap

Puan tak mengizinkan matanya untuk terlelap malam ini, untuk malam ini. Tidak, tidak hanya malam ini, malam-malam kemarin juga ternyata. Dia baru teringat, jika seminggu terakhir ini dia menelan bulat2 sang malam dalam keterjagaannya. Sedini ini, dia melahap irama-irama lagu rock hingga sendu. Sebatang dua batang rokok ia hisap sejadi-jadinya, alkohol ia telan sejadi-jadinya. Puan sedang terbang, semakin tinggi dan malam mengiklaskan kedua matanya untuk terlelap. Selamat berbebas puan, kau begitu lepas. Lepas yang sejadi-jadinya.

Tumpah dalam laju

Motor itu melaju dengan lambat, sepintas perempuan dibalik kemudi terlihat biasa saja. Saya melihatnya dari balik spion, pundaknya yang bergetar seperti orang yang sedang sesenggukan. Wajahnya tertutup kaca helm dan masker, dia menangis. Kesepian2nya, kerinduan2nya menghimpit dalam lampu2 remang setiap lajunya. Pilihannya untuk tumpah dalam laju mungkin agar tak ada yang tahu kalau ia sedang payah. Kemudian perempuan itu membelokkan motornya ke sebuah kedai kopi, dipesannya moca latte. Tak lama pelayan menghampirinya di bangku yang terletak di tepian pagar teras lantai dua, air matanya telah terhenti bebarengan ia memarkirkan motor. Kopi dengan satu sendok kecil berlahan ia minum, "besok tidak sepayah ini" katanya.

Puan

Ah, perempuan payah. Selalu menyesali dan sudah, selalu mengakui dan sudah, selalu memahami dan sudah. Bahkan kau terus saja jalan di tempat, lari di tempat, duduk di tempat, bermartrubasi di tempat. Sekarang kau mau apa? Menggoreskan silet lagi di tanganmu? Selalu seperti itu, penghukuman menurut dirimu sendiri, egois. Ku lihat kau terus menekan dadamu dengan boneka itu,semakin kencang. Kuat adalah menahan air mata, itu katamu. Kemudian tanpa kau tahu, aku memergoki kau sedang tumpah bersama air2 yang kau sengaja basuhkan di wajahmu yang tak lagi lugu. Selamat siang perempuan Rp. 0,.

Diri yang Terdakwa

                            Diri yang Terdakwa Aku menyukai seks, sungguh itu hal yang sangat nikmat. Kalian merasa aneh dengan pengakuan seorang perempuan dengan hal ini?oh kasian sekali kalian. Seks adalah suatu puncak meledaknya rasa perempuan dan laki-laki, aku pun begitu dengan mantan kekasihku. Kerinduan kita hancurkan dengan seks. Pelukan yang hangat selalu mengawali penghancuran rindu itu, lalu bibirnya mulai melumat bibirku, mengecup kening,kedua mataku, leherku dan menghempaskanku ke atas ranjang. “Ah, sial!aku keinget orang itu” Aku beranjak lalu mengunci kamarku,lalu kembali ke atas kasur dan segera mencari video-video seks di Youtube. Aku benar-benar sedang menginginkan nikmat itu, dan akhirnya aku menemukan video yang pas untuk memuaskan hasrat ini. Sudah lama aku beronani seperti ini saat aku tak ada kekasih. Ini membuatku semakin liar dalam berimajinasi sebelum tidur. “Nit! Nita!!” Sial, ini belum ...

Al Capone

Malam itu lelaki separuh baya terlihat berjalan tegap, jaket kulit menambah garang wajahnya. Langkah cepatnya terdengar mengerikan dengan suara sepatu kulit mahalnya, dia tidak pernah menyia-nyiakan waktu sedikit pun untuk bermalas-malasan.  Dia terus berjalan cepat lalu setengah lari dan akhirnya dia berlari, bukan, bukan dia yang berlari dari kejaran namun dia yang sedang mengejar. “Apa maumu?” tanya wanita seksi itu. “Saya Al Capone, si bandit brengsek yang ingin menikahimu nona”. “Aku tidak sudi!! Sudah kubilang aku tidak mau menikah dengan siapapun, lupakan saja malam itu. Aku tidak akan memintamu tanggung jawab”. Al Capone tersungkur di bawah lutut wanita itu. “ Nona, saya adalah bapak dari bayi ini” Ucap Al Capine sembari membelai perut dalam balutan dres mini merah. Waktu terhenti dan air mata tak mampu terhenti oleh sepasang mata indah sang nona. “DORR!!” suara letusan pistol mengudara dari tangan polisi. Bersamaan dengan itu, Al Capone melepaskan peluru ke kepa...